POC (Pupuk Organik Cair)

CARA MEMBUAT POC 
Oleh, Toto Sugiarto
Bahan – bahan
  1. Kotoran kambing
  2. MOL (Mikro Organisme Lokal)
  3. Daun Cebreng (clerecide) atau event gondok
  4. Garam atau pecinta (penyedap rasa) sebagai pengendali jamur
Cara Pembuatan
  1. Kotoran kambing basah dimasukan kedalam karung dan karungnya ditusuk-tusuk
  2. Masukan ke dalam tank
  3. Tambahkan MOL (Mikro Organisme Lokal)
  4. Dan tambahkan pula daun Cebreng yang sudah di tumbuk
  5. Tutup rapat tank dengan menggunakan plastik
  6. Simpan selama 20 hari
  7. Setiap 5 hari sekali aduk sampai merata
Contoh untuk membuat POC sebanyak 50 liter.
Bahan-bahan
  1. Kotoran kambing 10 % nya dari POC yang mau dibuat
  2. MOL 2 liter
  3. Daun Cebreng 3-5 kg
  4. Garam/pecin 1 sendok makan
Cara pembuatan.
  1. Kotoran kambing dan bahan yang lain di masukan kedalam tank
  2. Diaduk sampai rata
  3. Tank ditutup rapat dengan menggunakan plastik
  4. Simpati sampai 20 hari (setiap 5 hari sekali di aduk)
  5. POC siap di gunakan.

MOL (Mikro Organisme Lokal)

CARA MEMBUAT MOL 
Oleh, Toto Sugiarto
Bahan-bahan
  1. Limbah Buah-buahan yang tidak termakan, yang bagus limbah buah pisang, mangga dan jambu batu.
  2. Air cucian beras (zat perangsang tumbuh) atau tepung beras.
  3. Air gula.
Cara Pembuatan.
  1. Bahan di tumbuk atau di blender
  2. Masukan ke dalam tank
  3. Simpan selama 15-20 hari
  4. Setiap 3 hari sekali di aduk
  5. Setelah bau nya seperti minuman bir,MOL tersebut sudah bisa di gunakan.
Contoh untuk membuat MOL, sebanyak 20 liter.
Bahan – bahan.
  1. Buah – buahan 2 Kg
  2. Tepung beras 1 Kg
  3. Air gula (gula putih) 3 sendok makan
Cara Pembuatan.
  1. Buah-buahan dan tepung beras di blender dan di tambah dengan air gula.
  2. Masukan ke dalam tank dan ditutup rapat
  3. Disimpan selama 15 – 20 , setiap 3 hari di aduk sampai rata
  4. Setelah baunya seperti minuman bir, MOL tersebut sudah siap di gunakan
Aplikasi untuk tanaman hidroponik, bisa dipakai perbandingan antara MOL dan air sebanyak MOL 200 CC ditambah air 2 liter.

Hama & Penyakit Ikan


HAMA DAN PENYAKIT IKAN
Oleh,
Toto Sugiarto

       Salah satu faktor keberhasilan dalam budidaya ikan adalah Pengendalian  Hama dan Penyakit ikan dengan tepat dan benar. Definisi Hama dalam budidaya ikan  adalah segala jenis hewan atau makhluk hidup yang dapat mengganggu proses budidaya baik itu sebagai pemangsa, kompetitor dan pengganggu sedangkan definisi Penyakit ikan itu sendiri adalah kelainan pada fisik, morfologi dan fungsi dari biasanya yang disebabkan oleh faktor genetik, syaraf, metabolik, Pathogen dan non pathogen.
       Tindakan preventif adalah hal yang paling ampuh dalam pengendalian hama dan penyakit ini yaitu dengan cara persiapan kolam yang baik, sumber air yang baik ( parameter air sudah sesuai yang diinginkan) pemilihan ikan yang baik (sehat, tidak cacat), manajemen air yang baik, manajemen pakan yang baik (jangan sampai terjadi yang namanya over feeding atau under feeding), menerapkan biosecurity yang baik sehingga tercipta lingkungan yang sehat untuk pemeliharaan ikan. Kalau langkah-langkah tersebut di atas sudah dilakukan dengan benar maka keberhasilan dalam budidaya ikan akan tercapai dengan produktivitas yang baik.
     Hama masuk ke area budidaya bisa aja melalui saluran pemasukan air (Inlet) sedangkan penyakit bisa timbul karena lingkungan rusak akibat pemberian pakan berlebih (over feeling) sehingga banyak pakan yang tidak termakan  yang akhirnya kadar amonia menjadi tinggi (racun) dan merusak kwalitas air (parameter air berubah). Kalaupun itu terjadi berikut ini saya mencoba untuk share beberapa jenis penyakit ikan lengkap dengan cara pengendalian nya sebagai pengetahuan demi kemajuan akuakultur dan keberhasilan para pelaku budidaya ikan atau udang.
  1. BINTIK PUTIH “ICH”
Penyebab
Ichthyophthirlus multifiliis
Bio – Ekologi Patogen
  • Protozoa dari golongan ciliata, terdapat di ekosistem air tawar
  • Berbentuk bulat/oval berdiameter 50 – 1000 mikron  diselaputi cilia, inti sel berbentuk seperti tapal kuda
  • Dalam siklus hidupnya harus menginfeksi ikan sebagai inang
  • Sangat ganas, infeksi berat dapat mematikan hingga 100% dalam tempo beberapa hari
  • Menginfeksi semua jenis ikan air tawar dari benih hingga dewasa ( ikan tidak bersisik lebih sensitif
             Gejala Klinis
  • Nafsu makan menurun, gelisah
  • Menggosok – gosokan badan pada benda di sekitarnya
  • Frekwensi pernapasan meningkat ( megap-megap ), mendekat ke Inler
  • Bintik – bintik putih di sirip, kulit atau insang sehingga sering di sebut “ Penyakit Bintik Putih”
             Diagnosa
  • Preparation ulas : lendir/sirip/insang
  • Menggunakan mikroskop untuk melihat morfologi parasit

            Pengendalian
  • Mempertahankan suhu air diatas 29°C
  • Menjaga stamina dan meningkatkan ketahanan tubuh ikan melalui limunostimulasi (mls,. Vitamin C)
  • Meningkatkan frekwensi pergantian air
  • Perendaman dalam larutan campuran antara Malachite Green Oxalate (MGO) 0,15 ppm dengan formalin 15 ppm selama 12-24 jam
  • Perendaman dengan garam dapur 300 ppm atau Kalium Permangat (PK) 4 ppm selama 12 jam
  • Perendaman dengan Acriflavin 10-15 ppm selama 15 menit

  1. LERNIASIS
Penyebab
Lernaea cyprinaceae dan L. Arcuata
Bio – Ekologi Patogen
  • Parasit ini dikenal sebagai cacing jangkar (anachorworm)
  • Menempel ke tubuh ikan dengan “jangkar” yang menusuk dan berkembang di bawah kulit
  • Badan parasit dilengkapi dengan dua buah kantung telur akan terlihat menggantung di luar tubuh ikan
  • Hampir semua jenis ikan air tawar rentan terhadap infeksi parasit ini, terutama pada ukuran benih
  • Pada tingkat infeksi yang tinggi dapat mengakibatkan kasus kematian yang serius
             Gejala Klinis
  • Terlihat menyerupai panah yang menusuk tubuh ikan. Terkadang, pada tubuh parasit ditumbuhi lumut sehingga ikan yang terinfeksi terlihat seperti membawa bendera hijau
  • Terjadi luka atau pendarahan pada lokasi tempat penempelan nya pada benih ikan, dalam nya tusukan bisa mencapai organ dalam sehingga dapat mengakibatkan kematian
              Diagnosa
  • Secara visual terlihat adanya parasit yang menempel pada tubuh ikan

             Pengendalian
  • Pengendapan penyaringan air masuk
  • Pemusnahan ikan yang terinfeksi
  • Pengeringan kolam dan pengapuran
  • Larutan formalin 250 ppm selama 15 menit
  • Larutan Abate 1 ppm (akuarium) dan 1,5 ppm (kolam)
  • Larutan trichlorfon 2-4 ppm selama 24 jam
  1. TAURA SYNDROME VIRUS (TSV) PADA UDANG VANNAMEI
Penyebab
Picornavirus
Bio – Ekologi Patogen
  • TSV dikenal sebagai penyakit fase Juvenil pada Litopenaeus Vannamei, dan umumnya terjadi antara 14-40 hari pasca tebar di tambak
  • Penularan dapat terjadi secara vertikal dan horizontal
  • Resistensi udang windu terhadap TSV masih belum jelas, namun nampaknya lebih resistensi dibanding udang Vannamei
  • Individu yang mampu bertahan dari infeksi TSV tetap berpotensi sebagai Cartier
  • Serangan TSV bersifat akut dan dapat mengakibatkan Kematian antara 80-95%. Namun apabila tertolong, kelangsungan hidup dapat mencapai lebih dari 60%
            Gejala Klinis
  • Pada infeksi berat (akut) sering mengakibatkan kematian massal, udang yang mengalami kematian didominasi oleh udang yang sedang/baru selesai proses ganti kulit (moulting)
  • Saluran pencernaan kosong dan warna tubuh kemerahan. Warna merah yang lebih tegas dapat dilihat pada ekor kipas (telson)
  • Udang yang selamat dari fase akut, umumnya mampu hidup dan tumbuh normal dengan tanda bercak hitam (melanisasi) yang tidak beraturan di bawah lapisan kutikula.
            Diagnosa
  • Polymerase Chain Reaction (PCR)

           Pengendalian
            Penerapan biosecurity total selama proses produksi udang  yang meliputi
  • Hanya menggunakan benur yang bebas TSV
  • Penerapan sistem budidaya yang menjamin bebas dari  masuknya media pembawa TSV
  • Menjaga status kesehatan udang agar selalu Prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu
  • Menjaga kwalitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
  1. INFECTIOUS HYPODERMAL & HEMATOPOETIC NECROSIS ( IHHNV )
Penyebab
Picornavirus
Bio – Ekologi Patogen
  • IHHNV merupakan penyakit serius pada udang penaeid, terutama penaeid stylirostris
  • Penularan dapat terjadi secara horizontal dan vertikal
  • Please awal yang terinfeksi IHHNV secara vertikal tidak tampak sakit, namun setelah berumur diatas 35 hari mulai muncul gejala klinis yang diikuti dengan kematian massal
  • Individu udang yang pernah terinfeksi dan resistensi terhadap IHHNV akan berlaku sebagai pembawa
  • Infeksi IHHNV pada udang Vannamei akan mengakibatkan pertumbuhan yang sangat beragam (blantika), rostrum bengkok dan kutikula kasar
            Gejala Klinis
  • Konsumsi pakan menurun, diikuti dengan perubahan warna dan tingkah laku
  • Berenang ke permukaan air secara perlahan, hilang keseimbangan dan bergerak berputar untuk selanjutnya tenggelam perlahan dalam posisi terbalik
            Diagnosa
            PolymeraseChain Reaction (PCR)
             Pengendalian
            Penerapan biosecurity total selama proses produksi udang yang meliputi :
  • Hanya menggunakan benur yang bebas dari IHHNV
  • Penerapan sistem budidaya yang menjamin bebas dari masuknya media pembawa IHHNV
  • Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu
  • Menjaga kwalitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang.
Sumber : Buku Saku Pengendalian Hama & Penyakit Ikan, dkp
                 Gambar dari google
        





Salinitas

SALINITAS
Oleh,
Toto Sugiarto

      Salinitas adalah kadar garam atau banyaknya kandungan garam yang larut didalam air, satuannya adalah ppt ( part per thousand ) atau per mil (o/oo), alat yang biasa di pakai untuk mengukur parameter air ini biasanya menggunakan salinometer atau refraktometer. Tetapi yang sering  biasa digunakan adalah refraktometer


       Pada budidaya udang / ikan air payau dan air laut ada kalanya salinitas air  tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, bisa saja salinitasnya itu terlalu rendah atau terlalu tinggi. Oleh karena itu solusi yang tepat adalah dengan mencampur antara air laut dan air tawar sehingga salinitas yang di  inginkan dapat tercapai, tentu saja  tidak asal campur saja tanpa ada perhitungan sebelumnya.
Untuk menghitung salinitas yang di inginkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
N1.V1 = N2.V2
Dimana :
N1 = Salinitas awal / air laut murni
V1 = Volume air laut yang di cari
N2 = Salinitas yang di inginkan
V2 = Volume akhir yang diinginkan
Contoh :
Bak pemeliharaan benur ( benih udang ) mau di isi air  sebanyak 10 ton  dengan salinitas yang di inginkan 25 ppt, sedangkan salinitas air lautnya itu sendiri 30 ppt, berapakah air laut dan air tawar yang dibutuhkan untuk membuat campuran tersebut ?
Jawab :
Diketahui :
N1 = 30 ppt
V1 = ?
N2 = 25 ppt
V2 = 10 ton
N1.V1 = N2.V2
30 x V1 = 25 x 10
30V1 = 250
V1 = 250 / 30
V1 = 8,33 ton ( air laut )
Air tawar = 10 – 8,33 = 1,67 ton
Jadi untuk menghasilkan air dengan salinitas 25 ppt sebanyak 10 ton, dengan air laut murni 30 ppt, memerlukan air laut sebanyak 8,33 ton dan air tawar sebanyak 1,67 ton. Ini akan sangat mudah dihitung apabila Bak/Kolam bentuknya teratur dan terdapat skala ukurnya. Akan tetapi bagaimana caranya kalau mau membuat salinitas yang di inginkan sedangkan kolam tersebut tidak beraturan dan tidak ada skala ukurnya ? Ini akan kesulitan dalam menentukan volume airnya bukan?
Kalau menemukan masalah seperti itu solusinya adalah dengan menjabarkan lagi rumus pencampuran air yang tadi ( N1.V1 = N2.V2 ).
Caranya sebagai berikut :
N1.V1 = N2.V2
N1.(pxlxt)1 = N2.(pxlxt)2
N1.T1 = N2.T2
Ingat rumus volume ( p x l x t ), panjang dan lebar di coret semua karena yang mungkin dapat kita  ukur adalah tinggi airnya
Contoh :
Kolam/tambak mau diisi air setinggi 75 cm dengan salinitas 25 ppt sedangkan air laut salinitasnya 30 ppt, maka tinggi air laut dan air tawar yang dibutuhkan adalah
Jawab :
Diketahui :
N1 = 30 ppt
T1 = ?
N2 = 25 ppt
T2 = 75 cm
N1.T1 = N2.T2
30 x T1 = 25 x 75
30T1 = 1875
T1 = 1875 / 30
T1 = 62,5 cm ( air laut )
Air tawar = 75 – 62,5 = 12,5 cm
Dalam perhitungan di atas  dapat dilihat untuk mengisi kolam atau tambak dengan ketinggian air 75 cm dengan salinitas 25 ppt. Dari air laut murni 30 ppt, Membutuhkan tinggi air laut murninya 62,5 cm ditambah dengan air tawar dengan tinggi airnya 12,5 cm.

Dosis obat

MENGHITUNG DOSIS OBAT
Oleh,
Toto Sugiarto

     Terkadang kita suka bingung, kalau kita tanya  mengenai dosis obat di dalam kegiatan akuakultur jawabannya sekian ppm.
Ketika kita mendengar dosis obat dengan ppm, contoh nya 5 ppm, 10 ppm atau berapa pun itu angkanya, kita ngga usah bingung, yang harus di perhatikan adalah volume airnya terlebih dahulu untuk menghitungnya. Sedangkan arti dari ppm itu sendiri adalah part per milion  (1/1000000 ml).
Menghitung dosis obat yang paling sederhana.
Contoh 1:.
Dosis 5 ppm
Jenis obat cair
Untuk pengobatan ikan di dalam kolam dengan air 25 ton
Jawab :
= 5 x 25
= 125 ml
Contoh 2 :
Dosis 5 ppm
Jenis obat cair
Untuk pengobatan ikan hias dalam wadah dengan air 25 liter
Jawab :
= 5 x 25 / 1000
=  0,125 ml
Pembahasan 1 :
5 ppm = 5/1000000 ml
25 ton = 25000000 ml
Angka nol nya di coret semua
Jadi tinggal mengalikan aja, 5 dan 25
Pembahasan 2 :
5 ppm = 5/1000000 ml
25 liter = 25000 ml
Angka nol nya di coret masing-masing 3 digit
Jadi tinggal di kalikan aja 5 dan 25 lalu di bagi 1000.
Kesimpulan.
Kuncinya ada di volume air. Kalau volumenya satuannya Ton, kita tinggal mengalikan aja antara dosis obat dan volume air dan akan ketemu jumlah obat yang kita perlukan. Sedangkan kalau volume airnya satuannya liter, tinggal mengalikan antara dosis obat dan volume air lalu di bagi 1000

Kultur Tubifex

KULTUR TUBIFEX
Oleh,
Toto Sugiarto
       
       Berawal dari ketidak sengajaan, di outlet Kolam Pemeliharaan Ikan Lele tumbuh cacing yang lembut seperti sutra berwarna merah muda dan selalu muncul kepermukaan setiap pagi, sore dan malam hari. Setelah diamati dengan seksama ternyata itu adalah cacing sutra yang kita kenal dengan nama ilmiah nya tubifex, yang merupakan salah satu pakan alami favorit untuk larva ikan atau ikan lele yang selalu dicari dan wajib ada pada saat setelah proses pemijahan yaitu umur larva DOC 3.
      Tubifex termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut :
Filum      : Annelida
Kelas.     : Clitellata
Ordo.      : Oligochaeta
Famili.    : Tubifex
Genus.    : Tubifex
Spesies. : Tubifex sp.
       Mempunyai ukuran panjang 1-2 cm terdiri dari 30-60 segmen dan bersifat hemaprodit  (pada satu organisme mempunyai 2 alat kelamin) tumbuh didalam lumpur yang kaya akan bahan organik sebagai makanannya dan air yang mengalir tidak terlalu deras dengan kandungan oksigen terlarut 2,7 – 5,5 ppt, kandungan amonia < 1 ppm, suhu air 28-30 °C  dan pH diangka 6-8
       Karena tubifex dianggap tumbuh dengan baik di media lumpur outlet Kolam pemeliharaan ikan lele tersebut, di carilah tubifex dari tempat lain (untuk bibit) dan selanjutnya ditebar di media tersebut, dan hasilnya sangat bagus. Tubifex bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Dengan demikian akhirnya dapat mengurangi biaya  pembelian tubifex untuk pakan larva ikan lele mencapai 50 %.
Dalam budidaya tubifex ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yaitu :
PENGOLAHAN LAHAN
  • Media untuk tumbuh kembangnya tubifex harus bebas dari kotoran sampah atau rumput dan predator yang mungkin akan memangsa tubifex tersebut.
  • Lumpur harus di aduk  sekitar 2 hari sekali supaya tidak mengeras / kering, sehingga tekstur lumpurnya lembut.
  • Air harus selalu mengalir
PEMBERIAN PAKAN
  • Untuk pakan tubifex, memanfa'atkan limbah dari buangan kolam pemeliharaan ikan Lele
PANEN
  • Menggunakan saringan stremin GT 300
  • Waktu panen, pagi atau sore hari

Entri yang Diunggulkan

Hatching egg, sistem corong (Ikan Patin Daging Putih)